Kamis, 30 April 2015

3 Idiots: Kritik Keras untuk Dunia Pendidikan (India)

Poster Film 3 Idiots

Semalam saya menonton film India yang berjudul 3 Idiots. Saya mendapat permintaan khusus dari teman terkasih Angga Suanggana untuk meresensi film ini. Dengan senang hati saya menerima tantangan tersebut. Selain karena Angga adalah orang yang istimewa di hati (ciyeeeee), juga karena saya memang suka dengan film ini.

3 Idiots memang bukan film yang baru rilis. Semalam juga bukan pertama kali saya menontonnya. Namun meski ditonton berkali-kali pun, tetap saja selalu meninggalkan kesan yang mendalam di hati. Apalagi kalau bukan karena kelucuannya dan pesan yang ingin disampaikan oleh sang sutradara.

Sesungguhnya saya bukan penggemar film India. Film India yang pernah saya tonton bisa dihitung dengan jari. Ada faktor khusus mengapa saya akhirnya mau menonton film Bollywood. Biasanya karena sang aktris atau aktornya. Saya (agak) suka dengan Shahrukh Khan, Kajol, dan Amitabh Bachchan. Namun tidak semua film yang dibintangi mereka pun saya tonton. Hanya sebagian kecil saja seperti Kuch-kuch Hota Hai, Kabhi Kushi Kabhi Ham, Mohabbatein dan yang agak baru: My Name is Khan.

Hal ini tentu agak berbeda dengan penggemar film India. Saya ingat semasa SMP, saya pernah punya teman yang sangat Indiaholic. Semua film India di televisi tak pernah terlewat. Layaknya Korean Wave yang sekarang melanda, zaman saya SMP adalah era India Wave. Ada stasiun televisi –yang jadi rebutan antara Mba Tutut dan Hery Tanoe, yang selalu menayangkan film-film India setiap harinya.

Nah, kembali ke film 3 Idiots. Pertama kali menonton film ini saya masih berada di Depok. Saya direkomendasikan oleh mantan untuk menontonnya. Dia bilang itu film bagus. Awalnya saya agak ragu karena itu film India dan tidak dibintangi oleh Shahrukh Khan. Namun karena dia pecinta film-film bermutu, maka saya menuruti untuk menontonnya.

Dan benar saja, saat saya menontonnya, hati saya benar-benar meleleh. Film ini, bagus. Saya kehilangan film itu saat saya berpisah dengan mantan, dan baru mendapatkan kembali copy film dari seorang teman akhir-akhir ini. Rasanya begitu senang tak terkira. Sudah dua kali saya menontonnya pasca-mendapat copy film itu. Ketika Angga request, dengan senang hati saya menonton untuk ketiga kalinya.

Adalah Rancho (diperankan oleh Aamir Khan), Farhan (R. Madhavan), dan Raju (Sharman Joshi), 3 sahabat yang kuliah di Imperial College of Engineering (ICE). Kampusnya mirip-mirip dengan ITS dan ITB. Sesuai namanya, kampus ini khusus mempelajari tentang teknik. Mereka mengambil jurusan teknik mesin.

Jalan kisah film ini sesungguhnya sederhana. Berkisah tentang suka duka masa kuliah. Setelah lulus, mereka berkarir masing-masing sesuai dengan bidang yang mereka sukai. Sudah itu saja. Namun dari kesederhanaan tersebut, sang sutradara menyelipkan banyak sekali pesan-pesan moral sekaligus kritikan akan dunia pendidikan di India.

Film ini oleh sang sutradara, Vidhu Vinod Chopra, dibuat menggunakan alur maju mundur. Kebanyakan flashback yang diambil dari sudut pandang orang kedua. Artinya, sang narator bukanlah pemeran utamanya. Kisah ini memang menggunakan narator yang membacakan narasi untuk menyambungkan kisah yang maju mundur itu agar penonton tidak bingung. Karena menggunakan alur maju mundur itu, mungkin penonton tidak sadar bahwa sesungguhnya film itu hanya kisah dalam satu hari.

Ya, hanya kisah satu hari. Film ini dibuka di pagi hari oleh Farhan yang mendapat telepon mendadak dari teman kuliahnya dulu, Chatur. Karena telepon ini, dia bahkan nekat berupaya menghentikan pesawat yang dia tumpangi supaya bisa kembali ke bandara. Dia bahkan membajak seorang penjemput agar mau mengantarkannya menemui, Raju.

Mereka begitu antusias untuk pergi ke kampus karena berita yang disampaikan Chatur, yaitu kedatangan Rancho. Kedua sahabat ini memang kehilangan Rancho pada saat wisuda. Pasca-wisuda itu, Rancho memang menghilang bak ditelan bumi. Hingga 5 tahun pun telah berlalu. Maka, betapa senangnya mereka membayangkan pertemuan dengan sahabatnya itu.

Betapa kagetnya mereka berdua saat sampai di atap gedung kampus. Bukan Rancho yang ada, namun hanya Chatur. Tidak sampai disitu kejengkelan mereka, karena Chatur akhirnya pamer kekayaan yang berhasil dia miliki hasil dari pekerjaannya.Tentu saja tindakan Chatur itu membuat mereka marah bukan kepalang. Karena mereka berdua sudah melakukan hal gila: menghentikan pesawat, membajak penjemput hingga keluar rumah tanpa celana, agar bisa menemui Rancho secepat mungkin.

Chatur berupaya menenangkan sahabat-sahabatnya itu dengan memberitahu kabar tentang keberadaan Rancho di Shimla. Maka, berangkatlah mereka bertiga menuju Shimla. Dalam perjalanan itulah, alur maju-mundur serta narasi ceritanya dimulai.

Saya tidak akan bercerita tentang keseluruhan filmnya, karena lebih nikmat jika menonton sendiri. Saya hanya akan membahas aspek-aspek dalam film ini yang bisa kita cermati. Kita ambil moral ceritanya. Jika memungkinkan bisa kita aplikasikan untuk kehidupan kita sehari-hari.

Dalam narasi itu memang diceritakan bagaimana istimewanya seorang manusia bernama lengkap Ranchoddas Shamaldas Chanchad dari sudut pandang Farhan. Pertemuan mereka, kecerdasan Rancho yang luar biasa, hingga kegilaan-kegilaan yang mereka lakukan selama masa kuliah. Kegilaan yang akhirnya membuat mereka harus berhadapan dengan sang rektor, Viru Sahastrebuddhe. Mereka pun memplesetkan menyebut nama rektor dengan Virus.

Meski film ini bergenre komedi romantis, namun pesan yang ingin disampaikan cukup berat. Melalui naskah yang ditulis oleh Rajkumar Hirani, film ini sebenarnya mengkritik sistem pendidikan di India. Saya memang tidak banyak tahu mengenai pendidikan di India. Saya sedikit terbantu oleh seorang teman Indonesia yang pernah kuliah disana.

Menurut teman saya, India adalah sebuah negara yang paradoks. Negara itu kaya akan sumber daya alam, tetapi lebih dari 40 persen penduduknya hidup dengan penghasilan di bawah 1 dollar AS per hari. India juga memiliki begitu banyak ahli bidang teknik. Sejumlah 30 persen dokter, para pekerja teknologi informasi serta ahli teknik menguasai perusahaan-perusahaan penting di AS.

Banyak orang India menduduki posisi bagus di organisasi internasional. Namun, hampir 40 persen atau lebih dari 350 juta orang dewasa di India buta huruf. Hampir 40 persen anak putus sekolah setelah kelas lima. Dan, lebih dari 55 persen anak putus sekolah setelah kelas delapan. Ini menjadikan Indeks Pembangunan Manusia India berada di peringkat 127, jauh di bawah Indonesia yang berada di peringkat 111.

Kemajuan India dalam ilmu pengetahuan dan teknologi telah diakui dunia. Negara itu telah melahirkan sejumlah pemenang Nobel: Amartya Sen (ekonomi), Subrawanian Chandrashekar dan Chandrashekar Venkataraman (fisika), Hargobind Khorana (kedokteran). Dua warga India lainnya, Bunda Theresa memenangi Nobel Perdamaian dan Rabindranath Tagore di bidang sastra.

Mereka serius dalam menangani bidang pendidikan khususnya sekolah tinggi teknik. Hal ini terlihat dari munculnya sekolah tinggi teknik milik pemerintah yang didanai penuh untuk mengembangkan teknologi di India. Lulusannya diperhitungkan di pasar kerja tingkat dunia. Kumpulan para profesional di bidang teknik, khususnya teknologi informasi, menyerbu AS.

Sekitar 30 persen pekerja perusahaan perangkat lunak raksasa Microsoft di AS berasal dari India, meski Bill Gates hanya menyebut angka sekitar 20 persen. Tidak sedikit pula ahli sains dan teknologi dari India menjadi pengajar di universitas top AS. Para profesional teknik dari India cukup diperhitungkan di tingkat dunia.

Dari penjelasan teman saya itu, saya jadi memahami lebih jelas apa sesungguhnya yang ingin disampaikan oleh pembuat film ini. Pemerintah India seakan ingin mencetak sebanyak-banyaknya tenaga ahli utamanya di bidang teknik. Hal ini saya yakin juga sejalan dengan pemikiran intitut atau sekolah tingginya. Karena saking getolnya, mereka kadang menekan mahasiswa terlalu keras.

14229805611354850606
Virus, sang rektor

Dalam film itu, kekerasan pihak pemerintah dan kampus diwakilkan pada tokoh rektor (Virus) yang digambarkan sebagai seorang yang sangat kompetitif, tidak mau dikalahkan oleh siapa pun dan tidak punya hati. Virus beranggapan bahwa hidup itu adalah perlombaan. Bahwa siapa saja yang tidak cerdas dan cekatan, dia akan dikalahkan oleh yang lainnya dan tidak dapat bertahan hidup. Bahkan karena kekerasan sikapnya, ada mahasiswanya yang bunuh diri, termasuk juga Raju yang mencoba bunuh diri dengan melompat dari lantai 3 gedung kampus.

Tokoh Rancho memiliki otak luar biasa tetapi dia kritis terhadap kebijakan sang rektor. Banyak adegan-adegan yang menggambarkan bagaimana Rancho berusaha memberikan masukan kepada Virus mengenai cara mengelola sebuah institusi pendidikan.

Berbagai kutipan tersebar di hampir keseluruhan cerita. Seperti: “statistik menunjukkan bahwa setiap satu setengah jam, ada 1 pelajar di India yang bunuh diri. Mati bukan karena sakit, namun karena bunuh diri. Ada sesuatu yang tidak benar. Dalam sistemnya. Disini kami tidak boleh membicarakan sesuatu yang terkait dengan terobosan baru, tidak ada penemuan baru. Hanya omong besar besar, nilai, atau paling bagus, bekerja di perusahaan di Amerika. Kami bahkan tidak diajarkan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, kami hanya diajarkan untuk mendapatkan nilai bagus”

Ada juga seperti: “Universitas adalah lembaga pendidikan bukan panci press cooker.” Atau pernyataan: “Kita memang harus belajar serius, tapi tidak sekedar untuk lulus. Jangan belajar hanya untuk menjadi sukses tapi untuk membesarkan jiwa. Jangan mengejar kesuksesan, tapi kejarlah kesempurnaan, maka sukses akan mendampingimu.”

Melalui pernyataan-pernyataan itu, Vinand Copra seakan ingin menegaskan tentang apa yang ingin dia sampaikan. Meski kritik tersebut disampaikan dengan bumbu komedi, namun ada keseriusan yang mendalam. Hal tersebut bisa dipahami karena pendidikan memang topik yang sangat sensitif di India.

Namun Vinand Copra lihai menjaga emosi penonton. Dia memberi warna romantisme dalam cerita. Seperti layaknya film India pada umumnya, adegan menari dan menyanyi tentu tidak boleh terlewatkan. Dalam film itu memang dikisahkan bahwa Rancho justru jatuh cinta setengah mati kepada anak sang rektor yaitu Phia (Kareena Kapoor). Phia adalah seorang calon dokter yang memiliki sifat keterbalikan dengan sang ayah. Selain menawan, dia juga memiliki jiwa humanisme yang sangat tinggi.

Pada kisah percintaan pun tak lepas disisipkan pesan moral kepada para wanita yang menonton. Bahwa, berhati-hatilah dalam memilih pasangan. Jangan memilih pasangan yang suka menilai segala sesuatunya dengan materi. Karena dia akan lebih mirip keledai daripada manusia.

Film ini secara keseluruhan sangat memukau. Sang sutradara dan penulis berhasil memasukkan pesan moral dan kritikan dengan halus sehingga siapapun tidak akan merasa sakit hati (hanya mungkin sedikit tersindir ;p). Kolaborasi keduanya berhasil memasukkan unsur karakter dan pemilihan waktu cukup detil.

Unsur karakter misalnya. Tiga tokoh utama adalah perwakilan dari setiap kelas masyarakat India. Racho dianggap mewakili orang-orang yang cerdas, kritis serta idealis. Kodrat orang semacam ini sepertinya selalu dibenci oleh kelompok lain yang terganggung. Raju merupakan perwakilan karakter dari kelompok yang selalu takut kepada Pemerintah. Sehingga selalu menuruti apa yang diperintahkan.

Pemilihan tokoh Farhan sebagai narator, menurut saya juga adalah sebuah pilihan yang cerdas. Bukan hanya sebagai unsur sinematografinya, tapi orang semacam Farhan justru mendominasi sebagian besar manusia di bumi ini. Farhan adalah perwakilan dari orang-orang yang tidak punya sikap. Kelompok yang akan selalu melangkah mengikuti arah angin. Tidak kritis, tidak ada ketakutan. Hanya keacuhan atau menerima segala sesuatu sebagai hal yang harus dijalani dalam hidup.

1422980668303285478
Chatur, tokoh antagonis

Tokoh antagonis selain sang rektor adalah Chatur. Dia digambarkan sebagai seorang yang bersedia melakukan apapun agar keinginannya tercapai. Dia tidak segan-segan menggunakan berbagai cara, termasuk cara yang tidak fair sekalipun agar bisa memenuhi hasratnya. Sayangnya di sini dia digambarkan selalu kalah dengan Rancho. Mungkin itu adalah harapan sutradara, agar orang seperti Chatur bisa dikalahkan oleh orang seperti Rancho.

Tentu saja film ini memiliki beberapa kekurangan. Yang utama adalah banyaknya adegan minum anggur dan mabuk. Di India memang tidak ada larangan untuk mabuk. Tapi tentu akan berpengaruh saat film ini diputar di Indonesia.

Ada juga satu scene yang awalnya tampak seperti siang hari, saat Rancho bertemu Phia. Mereka hanya mengobrol sebentar, lalu tiba-tiba suasana berganti malam. Ini mungkin sepele. Tapi bagi saya yang sudah menonton tiga kali, merasa aneh melihatnya.

Film ini dirilis pada 25 Desember 2009, yang diangkat dari novel Five Point Someone karya Chetan Bhagat. Film ini dibuat sejak 28 Juli 2008. Pembuatan film di kota Delhi, Bangalore, Mumbai, Ladakh dan Shimla. Setting tempat yang menggambarkan universitas berada di Indian Institute of Management, Bangalore, dalam waktu 33 hari.

14229807411641028485
Aal izz well, mantra yang mujarab

Meskipun telah enam tahun berlalu semenjak film ini dirilis, ada satu pesan moral utama yang tidak akan lekang oleh zaman. Pesan itu dituturkan oleh Rancho :

“Saat kamu sedang merasa sedih, takut dan gelisah, letakkan tanganmu di dada dan bilanglah “aal izz well”. Karena sesungguhnya hati kita pengecut dan mudah dikelabui. Jika ada masalah dalam hidupmu, katakan pada hatimu semuanya akan baik-baik saja. Hal itu tidak akan menyelesaikan masalah, namun paling tidak memberi hati kita kekuatan untuk mampu bertahan.”

Write with love
Miss Vee

Inspired you? Please Like, Share And Comment for other people that you loved ;) 

PS : kalian dapat menikmati blog saya yang lainnya dengan mengunjungi laman di bawah ini

5 cm vs Jivans; A Story about relationship

poster film 5 cm

Saya baru aja selesai nonton film 5 cm. Agak telat sih. Karena film ini udh diputar di awal tahun ini kalo gak salah. Saya emang termasuk tipe manusia jadul, yang agak selalu ketinggalan alias ga updet hal2baru terutama tentang musik dan film. Oh ya, tentu saja saya tidak menontonnya di bioskop. Tidak juga di kaset vcd atau dvd bajakan pastinya , trus liat dimana dong?

Hahahaha buat yang sering melakukan hal yang sama, pasti bisa menebak. Yup, saya menonton dari file film yang saya copy dari temen adik saya. Dia mendapatkannya dengan cara mengunduh alias download dari internet. Jadi tidak jelas sebenarnya, mana yang lebih baik atau lebih ironi, membeli dan menonton vcd/dvd bajakan, atau download dari sumber gratisan, minta pula ;p, bener2ga pake usaha ya? hahahaha

Btw, saya gak akan bahas secara detail filmnya, karena saya yakin, seperti yang sudah saya bilang diatas, pasti sudah banyak yang menontonnya. Saya hanya akan membahas secara ringkas sinopsis ceritanya, buat yang belum nonton, buat para manusia jadul yang setipe dengan saya

Tersebutlah ada 5 orang manusia yang tergabung dalam 1 genk. Empat cowok dan satu cewek. Nama mereka adalah Genta (diperankan oleh Fedi Nuril), Zafran (Herjunot Ali), Ian (SAYKOJI), dan Arial (Deny Sumargo) serta Riani (Raline Shah). Mereka ber5, secara rutin dan berkala, selalu ketemuan setiap weekend. Nongkrong bareng. Seringnya di rumah si Arial karena Zafran naksir sama adik Arial yang bernama Arinda (Pevita Pearce).

Pada salah satu kesempatan itu, pada akhirnya mereka merasa jenuh dan bosan dengan pertemanan mereka, dan memutuskan untuk berhenti bertemu terlebih dahulu sekitar 3 bulan. Si Genta (yang berprofesi sebagai event organizer) berjanji, pada akhir bulan ke 3 mereka tidak bertemu, dia menjanjikan sebuah pertemuan yang tidak biasa. Dia merencanakan sebuah perjalanan yang tidak bisa ditebak oleh seorang pun dari mereka.

Maka dimulailah hari tanpa pertemuan. Mereka mencoba membuat aktivitas yang berbeda seperti yang biasanya mereka lakukan. Ian yang tak kunjung lulus kuliah, mencoba merampungkan skripsinya selama 3 bulan itu. Genta, yang berada dalam satu manajemen EO dengan Riani, melakukan aktivitas pekerjaan tanpa keikutsertaan Riani dalam timnya untuk sementara. Arial mencoba pedekate dengan seorang wanita, meski itu merupakan pekerjaan tersulit baginya. Zafran mencoba semakin intens mendekati adik Arial. Sementara Riani pun berkutat dengan kegalauan karena dia sesungguhnya mencintai salah satu dari sahabat dekatnya itu.

Mereka sesungguhnya saling merindu satu sama lain. Sehingga tepat 1 minggu sebelum tanggal yang disepakati untuk pertemuan, yaitu tanggal 7 Agustus, ketika Genta mengabari mereka melalui pesan teks (ga tw BBM/SMS/WA/Line, cos hape mereka beda2. Ada yang pake BB, tapi ada yang pake I-phone juga. tapi kayanya ga ada yang pake hape cina hehehe, tambahan informasi yang gak penting ;p), agar mereka melakukan persiapan dan membawa barang yang harus ada dalam list mereka, mereka sangat excited sekali sekaligus penasaran, kemana sesungguhnya mereka akan pergi.

Tanggal 14 Agustus mereka bertemu di Stasiun Gambir. Tempat yang telah mereka sepakati bersama. Bahkan saat naik kereta ekonomi yang menuju ke Malang, mereka masih belum mendapat jawab dari Genta, kemana ia akan membawa mereka. Sesampainya di Malang mereka dijemput oleh sebuah pickup kecil. Dan baru setelah melalui separuh perjalanan menuju lokasi yang hendak mereka tuju, Genta mengatakan kemana mereka akan pergi. Dia menginformasikan dengan telunjuk tangannya. Di Depannya terhampar luas pemandangan Gunung Semeru. Gunung tertinggi di Jawa.

Lalu bagaimana akhirnya?apakah mereka sampai di puncak atau tidak? apakah semua selamat atau ada yang meninggal? Layaknya sebuah thriller film, karena fokus tulisan saya bukan pada filmnya, dan saya pun ingin menggugah rasa keingin tahuan dari pembaca sekalian yang belum menonton film ini, maka saya memang dengan sengaja tidak memberikan jawab dari pertanyaan diatas;)

Ada banyak aspek yang ingin saya bahas dan ceritakan disini. Yang pertama tentu mengenai kualitas filmnya. Dan karena ini film besutan sutradara Rizal Mantovani, maka saya rasa sudah tidak perlu lagi diragukan hasil karyanya. Saya salut dengan detil tanggal yang ia perhatikan betul. Tanggal/waktu pada cerita seringkali diabaikan seperti di film2kelas dua (gak begitu bagus maksudnya), sehingga menyebabkan kisah menjadi bias. Namun tidak demikian halnya dengan Rizal. Dia menginformasikankan secara berkala informasi mengenai waktu dalam cerita secara mendetail. Bahkan dia sengaja mengambil satu shoot dimana Zafran melihat jam tangan digitalnya yang menunjukkan hari, tanggal dan jam peristiwa berlangsung.

Para pemain film 5 cm

Rizal memang sutradara yang terkenal memperhatikan detil. Sehingga cerita yang berjalan begitu lancar tanpa ada tanda tanya yang ditinggalkan untuk penontonnya. Bahkan untuk kisah cinta yang ia ramu didalamnya juga benar2tidak tertebak. Dan saya sangat menghargai itu. Diantara banyaknya film2Indonesia yang sangat mudah ditebak endingnya, Rizal melawan arus dengan memberikan kejutan di akhir cerita. Apa itu?tonton sendiri dong ;p

Apakah sampai disitu kisah yang saya ingin bahas?oh tidak. Itu baru awalnya. Pembukanya. Karena kisah yang akan saya tulis adalah kisah yang baru akan saya mulai ini.
Melihat film ini saya rasanya seperti melihat kisah hidup saya sendiri. Flashback kebelakang. Jika menurut orang yang pernah hadir istimewa di hati saya, film ini membuatnya ingin kembali ke Semeru. Oh dia memang pecinta alam sejati. Hobinya memang naik gunung yang sayangnya, pada masa kami masih bersama, saya tidak pernah bisa mengikutinya naik gunung. Bukan apa2, saya merasa gamang aja dengan berat saya sekian (tttiiiiitttt sensor), apakah saya bisa mencapai gunung tanpa harus menyusahkannya.

Eits kok jadi bahas mantan saya, katanya sudah move on hihihi, ya sudahlah, kita skip cerita tentang dia. Nah, seperti saya bilang diatas, saya seperti melihat kilas balik kehidupan saya. Jangan salah, semasa SMA dulu, saya juga punya genk lho. Berlima juga. Bedanya, kami 3 cewek dan 2 cowok. Mereka adalah Angga WirayudhaIkrar Prasetio WongsokertoNovi Indria, saya dan Yuana. Nama genk kami adalah JIVAN’S, kependekan dari singkatan nama kami, jo (panggilan kami untuk yuana), ikrar, vika, nopi dan anggi (panggilan untuk angga).

Cikal Bakal Jivans Club

Kalo mereka sudah 10 tahun bersama, maka kami tercatat telah 17 tahun bersama jika dihitung dari pertama kali kami saling mengenal di kelas 1. Jika mereka setiap weekend bertemu, maka kami bahkan lebih ekstrim dari itu. Pada awal kami terbentuk, kami bahkan bisa bertemu setiap hari tanpa merasa bosan. Yang saya maksud bukan pada saat jam pelajaran sekolah ya, tapi jam sesudah pulang sekolah. Kami biasa nongkrong bareng di sekolah sampai sore dan dilanjutkan dengan nonton film di Tunjungan Plaza, Mall yang saat itu satu2nya yang terbesar dan terlengkap di Surabaya.

Sesudah beberapa tahun kami bersama, intensitas pertemuan kami masih tinggi meski tidak sesering pada saat sekolah. Biasanya kami akan bertemu untuk merayakan hari ulang tahun masing2yang jatuh berurutan yang dimulai pada bulan September, Oktober, November dan Desember.

Pada perkembangannya kemudian, anggota kami banyak bertambah, seperti MLM kami pun mempunyai sistem seperti Member Get Member. Masing2anggota diperbolehkan untuk mengajak masuk orang luar dan menjadikan mereka sebagai anggota. Ada beberapa darah kotor (sebutan kami untuk mereka karena jiwa mereka yang tidak murni, korban film Harry Potter hihihi) yang sempat bergabung dengan kita. Ada yang bertahan dengan lama, namun ada yang hanya sambil lalu.

Tercatat ada nama2seperti Sinta Diyan CahyaniAlfia Mamane DillahRamadhan Adalah Saputra, wendi oktora, budi laksono, Sigit GuspriyadiWahyut Idris Idris, yusak lie dan andono. Bahkan pernah pada satu masa, jumlah genk kami meningkat 2x lipat hingga berjumlah 10 orang.

Jivans Club sebelum tercerai berai

Dalam perjalanannya kemudian, memang tidak mudah me-maintenance 10 hati untuk dijadikan seiya sekata. Ada sebuah peristiwa besar yang memporakporandakan kami. Dan kalian tahu itu apa?perjalanan kami ke Bromo. Lho kok bisa? Yup, jika di cerita perjalanan mereka mendaki semeru justru semakin merekatkan hubungan satu sama lain, berbeda halnya dengan perjalanan kami ke Bromo. Pasca dari bromo kami malah tercerai berai.

Saya menyalahkan EGO atas kegagalan kami. Ya, EGO. Saya menyalahkan diri saya sendiri karena tidak mampu meredam ego (salah satunya karena berat badan saya, maka saya dioper2kan dari satu motor ke motor yang lain, yang akhirnya hal itu membuat saya uring2an sepanjang perjalanan), Ikrar juga EGO nya sangat tinggi (dia begitu marah karena liburan kali ini dia begitu menderita, tidak sesuai harapan dan mimpi2nya tentang sebuah liburan), yang lain juga saya rasa sama.

Jika kami diibaratkan sebagai grup band di Indonesia, maka kami awalnya menjadi seperti JKT 48 (karena anggotanya banyak), berubah menjadi SMASH (karena anggotanya berkurang menjadi 7 org), menyusut menjadi cherrybelle (5 org), bahkan kini menjadi 3 diva (karena tinggal kami bertiga, saya, jo dan ikrar). Saya yakin kedepannya kami akan menjadi DUO MAIA (tinggal ber2) dan terakhir menjadi ROSSA (single fighter) hahahaha.

Namun sesungguhnya bukan hanya Bromo yang membuat kami tercerai berai. Pernikahan merupakan siklus hidup yang turut melibas hubungan pertemanan kami, Kesibukan dengan keluarga dan pekerjaan pun turut menjadi alasan mengapa kami sekarang jarang bersama. Hanya karena kami bertiga masih single (dan menyebut diri kami adalah parasit lajang -adaptasi novel ayu utami), maka 3 orang yang tersisa ini masih bersama. Saya, Jo dan Ikrar.

Tinggal kami bertiga

Pasca menonton film ini, saya jadi menyadari kesalahan saya yang utama (saya merasa seperti genta, sebagai inisiator karena saya kebetulan juga bergerak di bidang WO dan EO;p), jangan2, karena saya hanya mengajak mereka sampai di Bromo saja dan tidak sampai puncak semeru, makanya kami tercerai berai sampai sekarang?;p

Oh ya, satu lagi tambahannya, Soal urusan asmara, jangan salah, kami juga mengalami cinta yang membelit satu sama lain. Yang semuanya tidak berhasil dengan manis dan indah seperti dalam film itu. Tapi bukankah hidup itu memang tak seindah dalam sebuah film?

C’est La Vie (Inilah hidup sayang)

Write with love
Miss Vee

Inspired you? Please Like, Share And Comment for other people that you loved ;) 

PS : kalian dapat menikmati blog saya yang lainnya dengan mengunjungi laman di bawah ini

Supernova; Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh - Sebuah Resensi

Poster film supernova

Sore ini saya mendapat kesempatan untuk menonton film dengan salah satu sahabat terbaik saya yang pernah secara sekilas saya ceritakan dalam tulisan2saya. Guess who? Dia adalah, mba Titin Agustine. Dalam tulisan saya sebelumnya saya bercerita bahwa beliau memberikan hadiah yang sangat spesial kepada saya. Sebuah cardigan yang dibuatnya sendiri menggunakan tangan dan hatinya yang tulus.

Ketika beliau meminta saya untuk menemaninya menonton film ini, tanpa pikir panjang saya lalu mengiyakan. Ini adalah kesempatan saya untuk gantian menservisnya (bahasa saya) . Selain itu, film ini juga merupakan film yang memang ingin saya tonton sebenarnya namun belum menemukan waktu yang pas dan cocok. Jadi tawaran yang diberikan mba agustin bagi saya seperti peribahasa sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlewati

Film yang saya tonton berjudul Supernova; Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh. Film ini merupakan adaptasi dari novel dengan judul yang sama dan ditulis oleh Dewi Lestari, Penyanyi yang dulu tergabung dalam trio RSD (Rida, Sita, Dewi) dan menggunakan nama pena ‘dee’.

Bagi pecinta buku, utamanya novel berkualitas, tentu pernah membaca atau minimal tahu tentang buku tersebut dan jalan ceritanya. Buku tersebut rencananya dibuat sebagai saptalogi (bahasa lain untuk 7 kisah yang terpisah namun saling berkaitan) oleh penulisnya. Saat ini dee baru merampungkan sekitar 5 judul dan kurang 2 kisah lagi. Ke tujuh kisah tersebut dilabeli dengan judul yang berbeda namun memiliki benang yang sama yaitu Supernova.

Tercatat kelima buku tersebut adalah :
1. Supernova; Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh
2. Supernova; Akar
3. Supernova; Petir
4. Supernova; Partikel
5. Supernova; Gelombang ( baru saja terbit )

Jika melihat kelima judul buku tersebut, maka orang awam pun tahu bahwa film ini dibuat dari adaptasi novel yang pertama. Sekarang memang lagi trend di dunia perfilman Indonesia membuat film berdasarkan buku yang best seller. Tercatat yang paling laris seperti Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dan yang paling booming adalah kisah cinta Ainun dan Habibie yang diangkat dari biografi Habibie yang dibuat pasca meninggalnya ibu Ainun.

Para produser film itu seakan mengakomodir jiwa masyarakat Indonesia yang suka latah meniru segala sesuatu yang tengah laku dan laris manis di pasaran. Tanpa perlu bersusah payah untuk memberikan judul lain agar tampak kreatif, mereka alih2malah menggunakan nama yang sama persis dengan judul bukunya. Mungkin para produser itu berpikir itu salah satu upaya untuk mendongkrak minat masyarakat untuk menonton film itu, juga asumsi bahwa jika buku yang dicetak best seller, maka secara otomatis filmnya sudah pasti bagus.

Padahal tidak semuanya begitu. Lihat saja film karya sutradara Herdanius Larobu yang mengangkat kisah Raditya Dika, mengambil dari salah satu novel larisnya Manusia Setengah Salmon. Menurut saya filmnya tidak sebagus novelnya karena sang sutradara tidak berhasil memvisualisasikan tulisan Radit kedalam sinematografi.

Namun lain halnya dengan Rizal Mantovani. Sutradara ini yang satu ini karyanya selalu layak diacungi jempol dan mengundang decak kagum bagi pecinta film Indonesia. Bagaimana tidak, dia selalu bisa menterjemahkan secara apik tulisan sang pengarang dan mengangkatnya kelayar lebar dengan sangat extravaganza.

Tercatat karyanya terakhir, yang pernah saya resensi dalam catatan saya sebelumnya, yaitu film 5 cm, begitu menggugah, setidaknya bagi saya. Kali ini dia, berusaha mengulang sukses yang sama. Mengapa demikian? sebelum saya menjawabnya, ijinkan saya untuk mengisahkan terlebih dahulu apa yang saya lihat pada layar lebar tadi dalam bentuk tulisan.

Bagi yang sudah pernah membaca bukunya, harap bersabar jika ternyata dalam penjelasan saya tampak kurang memuaskan, karena bagaimanapun juga saya hanya berusaha menuliskan kesan yang menempel kuat dalam benak saya selama saya menonton dan pasca menonton film tersebut.

************************************
And So The Story Goes…….

Alkisah, ada 2 laki2yang kuliah di luar negeri. Mereka adalah Reuben (Arifin Putra) dan Dimas (Hamish Daud). Mereka bertemu secara tidak sengaja di sebuah taman duduk di tepi pantai. Entah mengapa, Dimas merasa tertarik dan langsung mengundang Reuben untuk datang ke pesta salah satu temannya pada malam harinya. Dan entah kenapa pula, Reuben yang bahkan baru pertama kali bertemu dengan Dimas menyanggupinya.

Pada pesta itu ada yang memberi mereka obat untuk nge-high (mohon maaf kalo istilah saya tentang narkoba keliru, harap maklum saya belum pernah bersentuhan dengan obat2an terlarang selama masa hidup saya . Mereka fly sekaligus seperti berkontemplasi pada waktu bersamaan. Dan dalam keadaan mabok, akhirnya mereka mengikrarkan diri, bahwa 10 tahun mendatang, mereka harus membuat sebuah karya yang masterpiece.

Sepuluh tahun berlalu dan mereka kembali bersama. Mereka sepakat untuk membuat sebuah karya tulis. Sebuah novel yang memadukan antara roman dan science. Hal tersebut sesuai dengan background mereka yang memang bertolak belakang satu sama lain namun bisa disatukan. Dimas adalah mahasiswa lulusan sastra inggris dan Reuben adalah mahasiswa lulusan fakultas kedokteran.

Mereka mulai mereka tokoh2nya, karakter2nya, alur ceritanya, dll hingga sedetil mungkin. Disepakatilah sebuah kisah yang mereka beri judul Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh. Ksatria (Herjunot Ali) yang diberi nama Ferre digambarkan sebagai sesosok pribadi yang sangat sukses dalam karir yang dirintisnya dari bawah. Putri (Raline Shah) yang diberi nama Rara adalah sesosok wanita cantik yang memiliki kehidupan yang sempurna dimata orang lain. Dia ayu, menawan, menikah dengan pria sukses, memiliki karir kerja sebagai wakil pemred di sebuah majalah kenamaan di pseudo Jakarta (lokasi yang mereka pilih untuk cerita itu).

Takdir mempertemukan mereka berdua dalam sebuah sesi wawancara mendadak yang dilakukan karena Ferre baru memutuskan untuk menerima permohonan interview majalah Rara di detik2terakhir. Awalnya ferre hanya memberikan rara waktu 1 jam 15 menit untuk mewawancarainya. Namun semua berubah saat percakapan mulai dibuka. Ferre begitu terpukau oleh Rara. Jadwal wawancara yang semestinya hanya 75 menit, molor hingga acara makan siang.

Hal yang sama juga dirasakan oleh Rara. Dia merasakan, seakan dia baru tersadar bahwa laki2yang rencananya hanya akan diwawancarainya, telah mampu tidak hanya mencuri, namun juga mengambil seluruh hati dan cintanya sehingga tidak tersisa untuk suaminya Aswin (Fedi Nuril). Rara yang pada saat bertemu dengan Ferre memang tengah merasakan kebosanan dalam kehidupan rumah tangganya semakin merasa tertekan, gundah dan bingung dengan hadirnya Ferre.

Rara disatu sisi sangat menikmati hubungan rahasia yang dia bangun dengan ferre. Dari interview itu mereka lanjutkan ke makan malam, hingga bepergian bersama berdua. Rara merasa mabuk kepayang. Rara dan Ferre masing2merasa, mereka telah menemukan belahan jiwanya. Pasangan hatinya. Kepingan puzzle yang melengkapi hidupnya.

Disisi lain, tidak mudah untuk melepaskan tali ikatan pernikahan dengan Aswin. Karena pernikahan keduanya layaknya pernikahan dua keluarga besar. Yang sudah terjalin erat dan sulit sekali mengurainya. Konflik ini yang membayangi rara di sepanjang cerita.

Ferre dan Rara

Dimas dan Reuben tidak cukup puas membuat konflik yang dirasakan oleh tokoh2mereka. Mereka menciptakan satu lagi karakter. Sesosok wanita, yang extra ordinary. Luar biasa cerdas, luar biasa kaya dan luar biasa bebas. Dia adalah sosok yang tidak bisa dikekang. Dimas dan Reuben sengaja membuat paradoks kehidupan dengan menjadikan Tokoh Bintang Jatuh (Paula Verhoeven) yang mereka beri nama Diva, dengan memberinya pekerjaan sebagai peragawati/model sekaligus pelacur papan atas.

Diva yang mereka ciptakan adalah orang ketiga yang berfungsi sebagai penonton sekaligus penyeimbang tokoh2lainnya. Dan meski diakhir kisah peran Diva ternyata sangat signifikan, itu tentu keahlian sang sutradara untuk menyembunyikan kenyataan tersebut.

Bagaimana endingnya? Siapa akhirnya yang dipilih oleh Rara? Apakah ferre atau Aswin? Lalu apa atau siapa supernova itu? Seperti tulisan resensi sebelumnya, saya pun tidak mau memberitahukannya. Silahkan menonton sendiri di bioskop2terdekat kesayangan anda (iklan banget ;p). Karena sebagai sesama penikmat film sejati, saya juga tidak suka mengetahui ending cerita jika saya belum menonton filmnya. Kesannya gimana gitu ;p. Rasanya seperti ada yang mengganjal di hati.

***************************
Nah, kembali ke pertanyaan yang saya munculkan diatas. Mengapa kesannya rizal mantovani seakan ingin mengulang suksesnya film 5 cm, garapan film sebelumnya?

Jika kalian semua cermati, nama2pemain selain hamish daud, arifin putra dan paula verhoeven, adalah nama2pemain dalam film 5 cm, dan dengan pemilihan tokoh yang sama, minus saykoji dan denny sumargo. Maksud saya bukan secara pemilihan karakternya, namun padu padan tokohnya. Dalam film 5 cm, pada akhir cerita, herjunot ali berpasangan dengan raline shah meski sepanjang kisah, penonton seakan disuguhi cerita bahwa ada perasaan khusus antara raline shah dan fedi nuril. Film ini memang dijadikan semacam ajang reuni antar pemain 5 cm. Sebagai band pembawa sountrack film ini pun, mereka kembali mempercayakan kepada grup band Nidji, dengan arasemen lagu dan lirik2yang hampir mirip dengan film 5 cm itu.

Para Pemain Supernova

Meski demikian, hal tersebut tidak mengurangi keapikan film tersebut. Saya sangat menyarankan kalian untuk menonton di bioskop dan tidak menyarankan untuk melihat dari hasil download ilegal apalagi dari dvd/vcd bajakan. Kenapa? karena kalian akan melewatkan bagian terbaik dari film ini yaitu musik pengiring kisahnya. Saya tidak sedang membicarakan sountrack lagunya ya, tapi musik instrumentalia yang menurut saya sangat grande sekali. Megah, menggelegar, menyayat dan menggugah jiwa, dan kata2lain yang tidak bisa saya temukan untuk melukiskan betapa istimewanya instrumentalia yang berada di sepanjang kisah itu. Kepala, badan dan jiwa saya seakan2ikut terentak dan bergerak seiring dengan irama lagu itu berkumandang.

Kesan saya lainnya tentang kehebatan Rizal Mantovani selain tata suaranya terletak pada tata gambarnya. Apik sekali. Dia mampu mengambil gambar dari jarak yang sangat jauh maupun dari jarak sangat dekat dengan sedemikian bagusnya. Dia bisa menyorot pantai yang sedemikian jauh dan luasnya dengan kualitas yang sama seperti saat dia menzoom pengambilan gambar melalui mata salah satu tokohnya. Spot2lokasi syutingnya juga sangat WOW. Dari mulai kantor Ferre atau Rara, Kapal Pesiar, Rumah Keduanya, benar2seperti iklan2real estate

Belum lagi animasi yang digabungkan dalam film ini. Bagaimana effect2dari teknologi komputer mampu dia hidupkan menjadi sesuatu yang tampak seakan benar2nyata. Bagaimana kupu2hasil animasi mampu terbang seakan benar2hidup dan menyatu dengan gambar hasil syuting. Semuanya benar2acung banyak jempol untuk sang sutradara. Saya juga salut penggunaan animasi dengan busana tradisional batik untuk kisah yang diceritakan ferre kepada rara. Begitu tradisional namun tetap menawan.

Dan meskipun saya yakin pembuatan film ini adalah keberhasilan dari semua pihak yang mendukung pada bagian masing2, namun saya merasa bahwa sang pemimpinlah yang memegang ujung tombak yang menentukan berhasil tidaknya sebuah film dibuat. Dia haruslah seseorang yang memiliki cita rasa seni yang cukup tinggi sehingga mampu meramu semua kelebihan timnya menjadi sebuah kisah yang sangat sangat enak untuk ditonton.

Namun rizal mantovani tetap seorang manusia. Hasil karyanya tidak luput dari hal2yang menurut saya mengganggu mata. Yang paling utama adalah, tentu saja, saya sangat tidak rela saat dia menjadikan hamish daud dan arifin putra sebagai sepasang kekasih gay. Keduanya adalah tokoh pujaan saya karena kegantengannya.

Saya mengenal dan mulai tertarik dengan Arifin Putra saat dia beradu akting dengan Marcella Zalianty dalam film Batas. Saya bahkan sempat jeles saat tahu ternyata Arifin Putra berpasangan dengan Tara Basro (menurutku mereka tidak serasi ;p). Untuk Hamish Daud, saya mengenalnya melalui acaranya di salah satu stasiun televisi terkemuka di Indonesia. Nama program acara yang dibawakannya adalah My Trip My Adventure. Dan bahkan pada episode hari Sabtu kemarin saat dia pulang kampung di rumahnya di Sumba Timur, saya juga sempet jeles melihat kebersamaan Hamish dengan Nadine candrawinata yang sepertinya lebih dari sekedar teman.

Tokoh Ferre menurutku juga ga cocok diperankan oleh Herjunot Ali. Sepertinya dia kurang jantan. Dan dalam kehidupan nyata, menurut rumor yang beredar dari para wartawan gosip, Herjunotlah yang sesungguhnya gay. Lalu kenapa lantas dia yang harus jadi laki2gagah dan sukses? saya merasa bahwa cocoknya seharusnya yang jadi Ferre sang pria sukses adalah Fedi Nuril, atau Hamish Daud atau Arifin Putra atau siapapun asal bukan Herjunot Ali. Saya tidak sedang meng - under estimate - kemampuan berakting Junot, tapi menurutku penampakan fisiknya sama sekali tidak mendukung. Dia memiliki gestur yang agak melambai.

Untuk pemeran tokoh Diva pun menurut saya tidak cocok diperankan oleh Paula Verhoeven. Kenapa? karena menurut saya meskipun tampak dia berusaha keras untuk berakting judes, namun kesan itu tidak sampai kepada penonton, atau setidaknya saya. Okelah dia memang cantik dan memiliki kaki yang sangat panjang dan mulus, namun saya bahkan memiliki daftar nama2artis yang (menurut saya) lebih cocok memerankan tokoh Diva.

Sebut saja nama Catherine Wilson atau biasa dipanggil keket, atau Indah Kalalo. Dua peragawati itu selain cantik juga mereka memiliki paras judes, sombong, angkuh secara alami. Sehingga saya yakin tidak perlu berakting maksimal pun kesan itu akan sampai kepada penonton. Kesan itu sesuai sekali dengan karakter Diva. Jika kurang puas dengan dua nama itu dan ingin menonjolkan kesan tentang seorang yang blasteran dengan logat atau dialek ala2Cinta Laura, maka saya membayangkan peragawati senior Donna Harun cocok sekali memainkan peran itu.

Dan sebagai penonton yang sudah membaca bukunya, saya merasakan antiklimaks yang berkali kali. Saat saya merasa bahwa seharusnya cerita itu berakhir atau selesai alias buyar, alih2demikian malah diperpanjang lagi. Tercatat ada sekitar 3 atau 4 kali antiklimaks yang dibuat oleh Rizal. Efek yang ditimbulkannya, saya merasa capek menontonnya dan mulai berharap, mana endingnya, mana akhir ceritanya, kok gak selesai2sih filmnya. Dan memang betapa kagetnya saya saat tahu durasi film itu. 2 jam. Ekspektasi saya biasanya kan film2Indonesia itu cuma 1.5 jam saja. Euh memang benar2istimewa film satu ini

Hal yang mengganggu lainnya adalah perilaku penonton. Termasuk perilaku saya juga. Karena saya diserang radang tenggorokan makanya hampir sepanjang pemutaran film itu saya selalu batuk2. Saya sadar diri, bahwa perilaku saya ini sebenarnya sangat mengganggu orang2disekitar saya. Saya yakin itu. Namun meskipun telah saya tahan sedemikian rupa, saya menyerah pada keadaan dan terbatuk batuk terus.

Sementara untuk perilaku penonton yang lain, saya yakin sebagian besar mereka belum membaca bukunya karena rata2penontonnya adalah anak ABG alay yang pasti malas membaca. Saya yakin mereka begitu stressnya dengan pelaksanaan kurikulum 2013 sehingga tidak memiliki waktu untuk membaca karya2bermutu dari penulis2Indonesia. Dan itu tercermin dari perilaku mereka. Mereka sering sekali mentertawakan sesuatu yang menurut saya tidak lucu. Mereka tertawa saat Dimas dan Reuben mengikrarkan diri sebagai gay (mungkin dilingkungan sekitar mereka tidak pernah berinteraksi dengan para gay ya?) atau saat adegan ranjang antara Rara dan Aswin yang tidak ada apa2nya (seakan mereka belum pernah nonton film biru saja)

But overall, this movie is awesome. Very recommended movie. Kalo ada yang mau ngajak saya nonton film ini untuk kedua kalinya saya juga tetep mau kok (itu kode buat yang mau menarik perhatian saya, hahahaha)

Write with love
Miss Vee

Inspired you? Please Like, Share And Comment for other people that you loved ;) 

PS : kalian dapat menikmati blog saya yang lainnya dengan mengunjungi laman di bawah ini

PK (PeeKay) Komedi Satir Para Pencari Tuhan ala India - Sebuah Resensi Film

Poster Film PK
Kalo tidak salah, pada pertengahan januari, saya pernah diminta bantuan oleh teman saya tercinta Angga Suanggana Yusuf Muhammad untuk membuat resensi film yang dibintangi oleh Aamir Khan. Yang pertama berjudul 3 Idiots dan telah berhasil saya resensikan. Yang kedua berjudul PeeKay ini.
Jujur waktu itu saya tidak tahu film apa itu PeeKay. Bahkan dari judulnya yang PK saya lebih mengasumsikan bahwa film ini mungkin berkaitan dengan Penjahat Kelamin. Akronim yang lazim digunakan untuk kata PK. Bahkan karena penasaran, saya bela2in beli DVD nya. Maafkan saya karena membeli DVD Bajakan ;p. Dan karena bajakan pula, teksnya sangat amburadul sehingga saya agak sulit memahami sebenarnya apa yang ingin disampaikan oleh pembuat film ini kepada penontonnya.
Selama masa hibernasi internet yang seperti saya ceritakan kemarin, saya mendapatkan film PeeKay dari salah seorang teman. Dia download dari salah satu situs penyedia film2. Saya tahu perbuatan ini juga tidak lebih bagus dari membeli DVD bajakan. Namun apalah daya saya, seorang manusia biasa ;p (ngeles cyiiin). Nah, film yang diberi teman saya ini, teksnya agak mendingan sehingga saya lebih bisa memahami maksud sebenarnya dari film ini.

*************************************

And The Story Begin............
Cerita dibuka dengan kisah yang imajinatif sang Narator yang berandai-andai, bagaimana jika, ternyata keberadaan kita sebagai mahkluk hidup di alam semesta ini adalah bukan satu2nya. Bagaimana jika, di luar sana, ada planet lain selain bumi yang juga memiliki penghuni. Yang hidup dan bernafas seperti kita. Bagaimana jika, mereka - para mahkluk hidup - dari planet lain itu, memiliki ketertarikan yang sama seperti kita untuk mengeksplorasi seluruh alam semesta. Jika kita tertarik untuk menyelidiki apakah ada kehidupan lain di bulan, bukankah tidak mungkin, mereka, datang ke bumi, untuk melakukan hal yang sama.
Kisah dilanjutkan dengan kedatangan alien yang jika selama ini - oleh para sineas hollywood - mereka digambarkan sebagai mahkluk dengan bentuk yang sangat jelek, maka sineas bollywood yang satu ini menggambarkan alien adalah mahkluk yang memiliki bentuk tubuh yang sama persis dengan manusia yang ada di bumi.
Bedanya hanyalah mereka tidak membutuhkan kain untuk membungkus tubuh. Mereka tidak butuh bahasa untuk berkomunikasi antar satu dengan yang lainnya. Dan mereka, memiliki alat semacam transpotter yang berfungsi untuk memberikan sinyal tentang lokasi keberadaan mereka kepada kendaraan transportasi yang akan menjemput mereka.
Salah satu alien itu (diperankan oleh Aamir Khan) datang ke bumi dengan membawa misi untuk menyelidiki seperti apa mahluk hidup yang ada di bumi ini. Pelajaran pertama yang ia dapatkan adalah, alat transpotternya dicuri. Dia tidak sempat berpikir mengenai tindakan tercela yang baru dilakukan mahluk asing itu. Yang ada dipikirannya hanyalah, bagaimana cara mendapatkan kembali transpotter itu. Jika tidak, dia tidak akan pernah bisa pulang ke planetnya kembali karena dia tidak bisa mengirimkan sinyal mengenai posisi keberadaannya.
Dalam pencarian dan upayanya untuk menyesuaikan diri dengan mahkluk yang bernama manusia, dia mencoba beradaptasi. Dari mulai cara berbusana, alat penukar barang (atau yang lazim dikenal dengan uang) hingga bahasa. Dalam salah satu kejadian kecelakaan yang menimpa dirinya, dimana dia ditabrak oleh mobil yang mengangkut rombongan pemusik India, dia akhirnya terdampar pada komunitas tersebut. Pemimpin rombongan itu bernama Bhairon Singh (diperankan oleh Sanjay Dutt).
Ketika bergabung dengan kelompok pemusik
Bhairon menganggap ketidakmampuan Aamir Khan (yang tidak diketahui bahwa dia sebenarnya adalah alien) dalam bersuara diakibatkan karena amnesia akibat kecelakaan yang disebabkan olehnya. Dilain pihak, Aamir Khan beranggapan, satu2nya cara agar dia belajar bahasa manusia adalah dengan menggenggam tangan sang manusia. Cara itu dilakukan untuk tahu tentang apa yang mereka pikirkan dan bahasa yang mereka gunakan.
Maka mulailah Aamir Khan berburu tangan manusia untuk disentuh. Di lain pihak, Bhairon beranggapan bahwa Aamir Khan melakukan tindakan yang mengarah kepada pelampiasan nafsu seksualnya. Perbedaan pemahaman inilah termasuk salah satu yang menimbulkan kelucuan pada film ini.
Pada satu kesempatan, akhirnya Bhairon membawa Aamir Khan ke sebuah lokalisasi agar Aamir Khan bisa menyalurkan hasrat seksualnya. Dipilihlah seorang wanita malam untuk menemani Aamir Khan hingga pagi. Dari tangan wanita itu, Aamir Khan mentransfer semua kemampuan berbahasa yang dimiliki hingga dia bisa berbahasa India secara fasih.
Setelah kendala bahasa sebagai alat komunikasi telah teratasi, Aamir Khan menyampaikan masalah mengenai transpotter miliknya yang hilang dicuri. Bhairon mengatakan bahwa mungkin saja pencuri itu adalah salah satu dari penduduk setempat. Namun barang curiannya pasti telah ada di New Delhi. Berbekal keterangan itu, berangkatlah Aamir Khan menuju Delhi dalam upaya pencariannya menemukan transpotternya.
Di New Delhi, ketika dia menanyakan ke semua orang, apakah mereka mengetahui dimana keberadaan transpotter miliknya, mereka semua kompak menjawab bahwa "hanya Tuhan yang tahu". Pencarian Aamir Khan berubah. Dia beranggapan, jika dia ingin menemukan transpotternya, maka dia harus menemukan Tuhan terlebih dahulu untuk dia tanya dimana Transpotternya berada.
Di Belahan bumi lain, ada seorang wanita India bernama Jaggu (diperankan oleh Anushka Sharma) yang jatuh cinta kepada seorang pria Pakistan bernama Sarfaraz (diperankan oleh Sushant Singh Rajput). Namun hubungan itu ditentang oleh sang ayah yang bernama Jayprakash Sahni (diperankan oleh Parikesit Sahni) karena perbedaan agama. Jaggu dan keluarganya beragama Hindu sementara Sarfaraz adalah seorang muslim.
Jaggu tidak menghiraukan keberatan sang ayah dan bertindak nekat dengan mengajak menikah Sarfaraz di gereja. Namun hingga saat yang dinanti tiba, ketika Jaggu telah menggunakan busana pengantin, yang datang malah sepucuk surat tanpa nama yang menyampaikan bahwa pernikahan mereka tidak bisa dilangsungkan dan meminta untuk tidak saling berkomunikasi lagi.
Dalam kondisi hati yang hancur, Jaggu memutuskan untuk kembali ke India. Di New Delhi dia bekerja sebagai seorang wartawan yang telah kehabisan berita menarik untuk ditayangkan. Pada salah satu kesempatan, dia bertemu Aamir Khan yang telah mendapat julukan dari orang2sebagai PeeKay/ PK (dlm bahasa India artinya mabuk) karena tingkah lucu dan aneh yang dilakukannya.
Awalnya tingkah lucu dan aneh yang dilakukan PeeKay dalam upayanya mencari Tuhan, membuat Jaggu terinspirasi untuk mengangkatnya sebagai salah satu bahan berita. Namun ketika PeeKay bercerita tentang siapa dirinya yang sebenarnya, apa yang dilakukannya di bumi dan bagaimana dia kehilangan transpotternya, Jaggu menjadi tidak percaya kepadanya dan beranggapan bahwa PeeKay hanyalah salah satu orang India yang gila karena berimajinasi terlalu tinggi.
Tak putus asa, PeeKay berusaha membuktikan bahwa apa yang dia sampaikan adalah kenyataan yang sesungguhnya. Melalui beberapa kejadian akhirnya Jaggu percaya pada apa yang dikatakan PeeKay. Jaggu pada akhirnya bersedia membantu PeeKay menemukan apa yang dia cari. Berdua mereka mencari barang berharga milik PeeKay yang hilang.
Bersama Jaggu 
Bagaimana kisah selengkapnya? Saya sarankan anda untuk menontonnya sendiri. Persiapkan diri anda untuk menghadapi berbagai pertanyaan yang remeh namun sulit untuk dijawab. Anda harus bersiap menghadapi goncangan iman dan pengetahuan dari apa yang selama ini anda yakini soal agama, dari pertanyaan2sederhana yang dilontarkan PeeKay.

************************************************

3 Idiot Versus PeeKay
Tidak salah rasanya jika teman saya, angga suanggana meminta untuk meresensi film ini dalam satu waktu. Karena selain film ini diproduseri (Vidhu Vinod Chopra) dan disutradarai (Rajkumar Hirani) serta ditulis (Hirani dan Abhijat Joshi) oleh orang yang sama dengan film 3 idiots juga salah satu pemain utamanya (Aamir Khan), kembali bermain dalam film itu. Mereka seakan memiliki ikatan emosional untuk selalu bekerja bersama.
Genre film yang diangkat juga masih komedi satir, namun dengan tema yang berbeda. Jika 3 Idiots tema yang diangkat adalah masalah pendidikan di India, maka PK mengangkat tema masalah ke Tuhan an di India pula. Tema yang diangkat sesungguhnya adalah tema yang sangat peka untuk di bahas. Baik itu 3 Idiots maupun PK.
Yang saya suka dari kedua film itu adalah, persoalan cinta tidak diangkat menjadi faktor utama sebuah film. Atau sebaliknya, mereka tetap bisa meramu persoalan cinta di dalam cerita dengan baik diantara permasalah utama yang ingin diangkat dalam kedua film itu. Sehingga kisah percintaan yang terdapat di dalamnya menjadi tidak picisan. Apalagi hanya menonjolkan seksualitas semata.
Secara keseluruhan saya tidak bisa mengatakan dari kedua film itu mana yang lebih baik untuk ditonton karena keduanya sama2bagus. Namun secara bobot tema yang diangkat, menurut saya film PeeKay lebih berat. Hal ini pula yang menyebabkan saya baru mudeng dengan film ini setelah menonton untuk yang kedua kalinya. Saya baru bisa menikmati kelucuannya, alurnya, memahami dialog2dalam film bukan pada tontonan yang pertama kalinya.
Yang pasti, keduanya adalah very recommended Indian movie ever wink emotikon

*****************************************

Para Pencari Tuhan Ala India;
Seperti film 3 Idiots, jalan cerita yang sederhana masih merupakan kekuatan dari film ini. Alurnya juga masih menggunakan alur maju mundur dan narasi pada bagian awal dan akhir cerita. Jalan cerita boleh biasa, namun isi cerita selalu yang luar biasa. Jika di Indonesia ada sinetron besutan sutradara Deddy Mizwar dengan judul "Para Pencari Tuhan", maka di India juga sama. Persoalan Mencari Tuhan atau agama masih selalu menjadi topik yang menarik untuk dibahas.
India sendiri memang dikenal sebagai sebuah negara yang memiliki agama dan kepercayaan paling banyak dibandingkan dengan negara2manapun di dunia. Di Negara tersebut antara agama dan kepercayaan saling hidup berdampingan dan tumpang tindih. Mayoritas penduduk di India beragama Hindu 80.46%, Islam 13.49%, Kristen 2.34%, Sikh 1.87%, dan sisanya Buddha 0.71%, Jain 0.41%, dan sisanya menganut agama Yahudi, Zoroastrianism, Kepercayaan Baha’i dan juga Komunis (sumber Wikipedia)
Salah satu bukti tumpang tindihnya agama dan kepercayaan di negara itu, hal itu tampak dari adegan Jaggu (yang beragama Hindu) yang ingin menikah dengan Sarfaraz (seorang Muslim) di Gereja. Dan meskipun setting adegan itu di Belgia, menurut saya tetap hal itu menjadi sebuah keanehan. Mungkin kita bisa berkata bahwa penikahan itu adalah salah satu bentuk pemberontakan yang ingin dilakukan Jaggu terhadap orang tuanya sehingga dia tidak terlalu mementingkan persoalan agama dengan dia akan menikah dimana, yang penting menikah.
Tapi bagaimana dengan Sarfaraz. Apa yang dia pikirkan ketika kekasihnya mengajak menikah di gereja. Jika di Belgia tidak ada kuil, paling tidak saya yakin di Belgia ada masjid. Mengapa mereka tidak menikah di masjid saja? Mengapa dia justru menyetujui rencana Jaggu untuk menikah di Gereja? saya memandangnya dari segi pemahaman agama sang pembuat film. Bagaimana ia dengan mudah mencampur-adukkan agama dalam adegan filmnya?
Tak heran, salah satu konflik yang paling banyak terjadi adalah soal agama. Bahkan dalam salah satu dialognya, bos Jaggu berkata bahwa " Sejak itu aku putuskan, jika aku ingin hidup di negeri ini, maka jangan main2dengan agama. Itu saja". Kalimat itu tentu saja merupakan representasi dari keadaan India yang sesungguhnya tentang bagaimana persoalan agama seringkali menjadi alasan untuk bertikai. Saya yakin anda semua telah mengetahui bagaimana konflik antara Hindu dan Muslim ada dan berakar dari dulu hingga sekarang. Banyak film India yang juga mengangkat tema tentang perseteruan Hindu dan Muslim seperti dalam film Slumdog Millionaire.
Dalam film ini sangat jelas digambarkan mengenai kritikan keras terhadap agama dan kepercayaan melalui pertanyaan2lugu ala anak2berusia belum akil balik. Alih2menggunakan anak kecil untuk bertanya, sang sutradara justru lebih suka menggunakan alien dewasa yang menanyakan itu kepada manusia. Pertanyaan super sensitif yang apabila tidak diramu sedemikian rupa oleh sang sutradara, maka saya yakin film ini tidak akan dinobatkan menjadi film India paling sukses sepanjang masa, dengan peringkat ke-66 tertinggi dalam film terlaris tahun 2014 di seluruh dunia. Bahkan banyak situs perdagangan internasional dan India telah melaporkan bahwa PK adalah film India pertama yang mendapatkan US $ 100 juta (Rs 630 crore) di seluruh dunia.
Disitulah saya merasakan kehebatan kolaborasi antara penulis, pemain, sutradara dan produsernya. Jika tidak ada kerjasama yang sangat ciamik, sulit film dengan tema seperti itu bisa berhasil dirampungkan. Kehebatan penulisnya, saya rasa terletak pada kepandaiannya mengolah kata sehingga tidak masuk kedalam justifikasi salah satu agama. Penulisnya benar2menempatkan diri sebagai sosok yang sangat netral dan berada di tengah.
Berbagai macam ritual agama dan kepercayaan yang ditampilkan, digambarkan secara proporsional. Tidak ada salah satu agama yang mendapatkan porsi lebih. Pun demikian, semua mendapatkan porsi pertanyaan yang sama dari PeeKay. Bahkan ketika semua perdebatan tentang agama itu mengerucut pada agama Hindu dan Islam seperti yang paling banyak terjadi, Sang Penulis juga tidak menjustifikasi bahwa yang benar adalah agama Hindu dan yang salah adalah agama Islam maupun sebaliknya.
Kenetralan itu juga tampak dengan dimasukkannya adegan pengeboman yang dilakukan oleh beberapa orang penganut Islam radikal seperti yang selalu mereka (para penganut Islam Radikal) lakukan. Sang Penulis tidak menutup mata bahwa ada orang2yang meyakini agamanya hingga melakukan hal yang cela tersebut. Namun bukan berarti hal itu lantas membuat agama Islam menjadi salah dan agama Hindu menjadi benar.
Kehebatan sang sutradara terletak pada pengambilan gambar dengan angle2yang menarik dan mampu merangkum ratusan adegan sensitif menjadi sesuatu yang layak tonton. Tidak luput juga kehebatan Aamir Khan dalam mendalami salah satu sosok alien yang konsisten melakukan tindakan lucu dan lugu tanpa tertawa. Yang utama tentu saja sang produser. Saya yakin dia menggelontorkan dana yang tidak sedikit demi sebuah idealisme dengan tantangan bahwa film itu akan dilarang edar. Itu artinya dia siap menanggung kerugian total yang sangat besar jika film itu tidak boleh ditayangkan.
Pesan akhir yang diberikan kepada penonton mengenai persoalan agama itu adalah, sang pembuat film melalui representasi sosok PeeKay menyampaikan bahwa, Tuhan itu ada 2. Yang satu Pencipta Alam Semesta, Dia yang memiliki sifat Ke-Esa-an, yang tidak perlu dilindungi dan cukup diyakini oleh siapa saja yang ingin meyakini. Yang lainnya adalah Tuhan ciptaan manusia. Dia yang butuh disanjung, dilindungi oleh pengikutnya dan butuh untuk disebarkan.
Saya katakan tolong jangan diterima mentah2ucapan itu tanpa ditelaah. Karena jika kita menelan mentah2apa yang disampaikan diatas, maka kita akan segera menghujat dan melakukan serangkaian upaya agar film itu tidak ditonton lainnya karena menyebarkan paham sesat.
Karena jika kita bisa mencerna dengan baik, maka kita akan tahu bahwa sesungguhnya pesan yang ingin disampaikan oleh pembuat film ini adalah bahwa, seringkali kita terjebak kepada taqlid buta atau pemahaman yang keliru terhadap agama yang kita yakini. Lebih parahnya lagi, sering tanpa kita sadari kita telah melakukan kodifikasi agama atau perdagangan dengan mengatas-namakan agama. Sebuah tindakan yang bahkan tidak dianjurkan oleh Tuhan manapun di dunia ini.
Saya belum sepenuhnya yakin, apakah sang sutradara dan sang produser bermaksud untuk mengkritik keras permasalahan itu khusus untuk masyarakat dan pemerintah India saja, atau sebenarnya mereka menujukan kritikan itu kepada seluruh penonton di seluruh dunia, karena sesungguhnya masalah yang mereka angkat sangat relevan untuk ditujukan kepada masyarakat dan pemerintah dimana saja termasuk di Indonesia.
Kenapa saya sampaikan bahwa topik itu sangat relevan di Indonesia? karena sebagai sebuah negara yang sangat luas, dengan keragaman budaya dan agama yang ada, permasalahan yang diangkat juga merupakan masalah yang terjadi di Indonesia pula. Menurut hasil sensus tahun 2010, 87,18% dari 237.641.326 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam, 6,96% Protestan, 2,9% Katolik, 1,69% Hindu, 0,72% Buddha, 0,05% Kong Hu Cu, 0,13% agama lainnya, dan 0,38% tidak terjawab atau tidak ditanyakan (sumber Wikipedia)
Pesan yang disampaikan juga sangat mengena. Berapa banyak kodifikasi atau perdagangan atas nama agama yang dilakukan di Indonesia? Fenomena ustad gaul yang tidak mencerminkan kehidupan pribadinya sesuai dengan apa yang disampaikan dalam forum dakwahnya. Belum lagi ustad kontroversial yang mengeluarkan fatwa2yang mengundang kontroversi namun ujung2nya memiliki merk clothing line dengan namanya. Juga masa menjelang perayaan hari besar agama tertentu, banyak sekali dijual pernak-perniknya di mall2, bahkan hingga meminta pegawai yang beragama berbeda untuk menggunakan atribut agama yang berbeda.
Yang paling baru tentu saja seorang artis yang karena mengisi sebuah acara keagamaan di televisi langsung mendapat predikat ustadzah dan membungkus bayinya yang berusia 2 hari dengan jilbab. Dengan dalih menangkap peluang ia membuat clothing line jilbab baby. Dengan busana syar'ie ia menjadikan dirinya sebagai model berjalan untuk clothing baju dengan namanya. Dengan tindakan seorang ukhti dia menyerukan untuk mengikuti islam secara kaffah dari al-quran dan hadist namun melakukan foto prewedding, menikah dengan mewah, melakukan sesi foto ibu hamil, melahirkan di rumah sakit dengan fasilitas setara hotel bintang lima. Sungguh saya sering dibingungkan dengan fenomena seperti ini. Karena sepertinya tidak ada sinkronisasi antara apa yang dia sampaikan dengan apa yang dia kerjakan.
Semua sekarang hanya masalah bisnis, bisnis dan bisnis. Sulit sekali di tahun 2015 ini menemukan sesuatu yang dilakukan secara tulus tanpa ada embel2bisnis di dalamnya. Apalagi jika suatu ajaran itu telah masuk ke dalam wadah yang namanya media. Utamanya media televisi. Semuanya bisa dipoles menjadi seperti keinginan sang pemilik modal.
Jadi pertanyaannya sekarang yang saya ajukan kepada anda, Tuhan mana yang kalian yakini?


Write with love
Miss Vee

Inspired you? Please Like, Share And Comment for other people that you loved ;) 

PS : kalian dapat menikmati blog saya yang lainnya dengan mengunjungi laman di bawah ini